EDUCATION DEVELOPMENT COMMUNITY

Sabtu, 23 Maret 2013

Dinas Pendidikan DKI "Terkorup" di Seluruh Indonesia


Salam Pendidikan,
Temuan PPATK tentang “Transaksi Mencurigakan” serta kebocoran anggaran pada APBD 2012 Dinas Pendidikan seluruh Indonesia, menempatkan Dinas Pendidikan Pemprov DKI pada urutan teratas, yaitu sebesar 33 %.

Menyikapi temuan tersebut Kadis Pendidikan DKI. DR. Taufik Yudi menyatakan bahwa temuan PPATK tersebut akan dijadikan sebagai bahan “evaluasi”, dan  Taufik juga menyatakan bahwa “Pengguna Anggaran” pada Dinas Pendidikan DKI bukan hanya  Kepala Dinas Pendidikan tetapi Kepala Satuan Pendidikan (Kepala Sekolah).

Dari pernyataan tersebut diatas menunjukkan bahwa Taufik Yudi sebagai pemilik otoritas penyelenggaraan pendidikan di lingkungan Pemprov DKI “Tidak mau bertanggungjawab secara Hukum maupun Moral”, dan seakan menunjukkan bahwa terjadinya “Kebocoran Anggaran” pada tingkat Kepala Satuan Pendidikan (SD,SMP,SMA/SMK).

Sebagai gambaran, anggaran yang dikelola pada tingkat kepala satuan pendidikan  adalah Dana BOS,BOP,RKB, Sarana dan Prasarana, Uang Sumbangan Komite Sekolah dan bantuan lain yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan, yang bertanggung jawab atas penggunaaan anggaran pada tingkat satuan pendidikan adalah Kepala Sekolah. Untuk pendidikan yang diselenggaraan oleh masyarakat yaitu “sekolah swasta”, yang  bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran adalah “Ketua Yayasan”, kepala sekolah hanya berfungsi sebagai “stempel”.
                                                         
Berikut “Analisa dan Investigasi EDC” tentang beberapa hal yang “Terindikasi” terjandinya “Kebocoran Anggaran” dan Modus yang digunakan untuk melindungi bawahan pada Dinas Pendidikan :
  1. Pengadaan Barang : Tahun 2012 Kejaksaan telah menetapkan “Ibu Proly” (Kepala BP2K Duren Sawit) sebagai “Tersangka” dalam kasus “Pengadaan Barang”. Pada tahun yang sama Kadis Pendidikan mengganti nama “BP2K” menjadi “Pusdiklatjur”. Patut diduga “Modus” ini digunakan untuk melindungi bawahan dan menutupi kasus-kasus lain.
  2. Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) : ICW pernah meminta semua berkas LPJ pada semua kegiatan Dinas Pendidikan DKI. Kadis “tidak bersedia” memberikan LPJ tersebut dan “Patut Diduga”, hal ini dilakukan untuk melindungi dan menutupi hal-hal yang menyangkut “penyimpangan penggunaan anggaran”.
  3. Anggaran Pos Hibah APBD 2012 : Salah satu temuan PPATK tentang transaksi mencurigakan pada anggaran Pendidikan DKI adalah “Pos Hibah”. Dana tersebut mengalir pada “Yayasan dan Lembaga tertentu” yang diduga menjadi “TIM SUKSES” pasangan Cagub pada Pemilukada tahun 2012.
  4. Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) : Temuan PPATK yang paling mencurigakan adalah dana BOP, sehingga muncul wacana “Wagub DKI” untuk menghapus dana BOP. Indikasi temuan PPATK tersebut adalah setiap dana BOP mengalir pada rekening tertentu, selalu ada penarikan “Tunai” dan “Transfer” ke rekening tertentu.
  5. Kegiatan/program Dinas Pendidikan : Modus “penyelewengan anggaran” pada  setiap kegiatan Dinas Pendidikan adalah sebagai berikut ; misalnya ada kegiatan “Pelatihan di Puncak Bogor”. Kegiatan tersebut diagendakan selama 3 hari, tapi pelaksanaannya hanya 2 hari dan peserta diharuskan menandatangani “Berita Acara”  selama 3 hari. Jadi kegiatan tersebut dikorupsi satu hari. Misalnya 200 peserta x penginapan 150.000/hari x uang saku peserta 125.000/hari, jadi total satu hari kegiatan yang dikorupsi Rp.55.000.000, dan apabila 200 kegiatan pada satu tahun anggaran maka jumlah anggaran yang diselewengkan menjadi Rp.11.000.000.000.
  6. Dana Bantuan lain dalam bentuk CEK : Dana bantuan ini tidak memerlukan LPJ, sehingga penggunaan anggarannya “kurang jelas”. Misalnya bantuan untuk peserta didik yang “RPS” (Rawan Putus Sekolah).

Selain permasalahan kebocoran anggaran pada Dinas Pendidikan DKI masih banyak permasalahan yang perlu dibenahi dan diperbaiki, terutama pada penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan masyarakat (sekolah swasta). misalnya :
    • Kurangnya perhatian Dinas Pendidikan terhadap guru-guru pada sekolah swasta.
    • Pengangkatan dan pemberhentian “Kepala Sekolah” swasta seharusnya menjadi “Kewenangan Dinas Pendidikan”,sehingga kepala sekolah tidak hanya berfungsi sebagai “stempel dan menjual loyalitas” pada Ketua Yayasan. Hal ini berhubungan dengan pengelolaan dan penggunaan “Dana Bantuan”.
    • Pengaturan quota peserta didik ; Selama ini Dinas Pendidikan hanya mengatur peserta didik pada sekolah negeri. Seharusnya Kepala Dinas sebagai pemilik “Otoritas” penyelenggaraan pendidikan di DKI mempunyai kewengangan mengatur peserta didik pada sekolah-sekolah swasta, sehingga penyebaran peserta didik merata pada sekolah-sekolah swasta.

Dengan banyaknya permasalahan-permasalahan pada dinas pendidikan DKI, terutama tentang “Kebocoran Anggaran”, EDC sebagai aktivis pendidikan mengharapkan Bapak. DR. Taufik Yudi sebagai Kepala Dinas Pendidikan DKI mau “bertanggung jawab secara moral” dan berkenan untuk “Mengundurkan Diri”.

Demikian disampaikan, salam pendidikan, terima kasih


Aktivis Pendidikan,
Direktur Eksekutif EDC
Drs. Antonius Sathahi. MMG