EDUCATION DEVELOPMENT COMMUNITY

Rabu, 10 April 2013

Kemdiknas Sikapi Keputusan MA tentang UN dengan Pelaksanaan UN "EXTRA KETAT"


Salam Pendidikan,
Pada dasarnya Ujian Nasional (UN) dilaksanakan untuk melakukan evaluasi sejauh mana peserta didik mampu memahami proses pembelajaran disekolah, tetapi pada kenyataannya Kemdiknas melaksanakan ujian nasional untuk menentukan lulus atau tidak lulusnya peserta didik.

Akibat dari ujian nasional digunakan sebagai “FAKTOR” yang menentukan lulus tidaknya peserta didik menimbulkan berbagai persoalan sebagai berikut :
  1. Kasus bunuh diri akibat tidak lulus UN.
  2. Kasus putus sekolah akibat tidak lulus UN.
  3. Kasus pemenang “olympiade sains” tidak lulus UN.
  4. Kasus pembocoran soal UN.
  5. Kasus pembocoran jawaban UN.
Menyikapi persoalan tersebut diatas, sekelompok masyarakat melakukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menuntut pemerintah agar menghapus/menghentikan pelaksanaan ujian nasional. Gugatan tersebut dimenangkan oleh kelompok masyarakat dengan Putusan Pengadilan Negeri No.228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST.

Pemerintah sebagai pihak tergugat melakukan perlawanan dengan melakukan upaya banding melalui Pengadilan Tinggi DKI, upaya banding tersebut dimenangkan oleh kelompok masyarakat dengan Putusan Pengadilan Tinggi No. 377/PDT/2007/PT.DKI.

Pemerintah tidak puas dengan keputusan Pengadilan Tinggi tersebut dan melakukan upaya hukum ke Mahkamah Agung, lagi-lagi pemerintah “dipercundangi” dengan Keputusan MA yang memenangkan pihak penggugat yaitu kelompok masyarakat yang perduli akan pelaksanaan pendidikan nasional.

Menyikapi hasil Keputusan MA tersebut, pemerintah melalui Kemdiknas tetap melaksanakan UN dengan alasan bahwa keputusan MA tersebut tidak dengan “spesifik menyatakan menghentikan pelaksanaan UN, tetapi menyatakan banyak persoalan-persoalan pada pelaksanaan ujian nasional.

Kemdiknas pada tahun ajaran 2012-2013 menggunakan anggaran sebesar Rp.600 M untuk pelaksaan Ujian Nasional, dan sepertinya Kemdiknas menyikapi Keputusan MA tersebut “hanya untuk mengantisipasi kebocoran soal dan jawaban”, dengan  melaksanakan “UN Extra Ketat” . (20 paket soal dan satu ruangan terdiri dari 20 peserta didik dengan paket soal yang berbeda-beda).

Keputusan MA tentang “banyaknya persoalan dan permasalahan pada pelaksanaan UN”, menurut analisa EDC adalah menyangkut :
  1. Apakah kemampuan dasar peserta didik disekolah yang satu, sama dengan kemampuan dasar peserta didik disekolah yang lain, sehingga materi UNnya harus dibuat sama???
  2. Apakah materi UN untuk sekolah dengan sarana dan prasana lengkap, sama dengan materi UN untuk sekolah dengan sarana dan prasara kurang lengkap???.
  3. Apakah materi UN dengan tenaga pendidik berkompetensi tinggi disamakan dengan sekolah dengan tenaga pendidik berkopetensi rendah???.
  4. Apakah materi UN untuk sekolah-sekolah daerah terpencil/desa disamakan materi UN dengan sekolah-sekolah diperkotaan???.
Seharusnya Kemdiknas melaksanakan UN untuk melakukan “EVALUASI INTERNAL” sehingga dapat mengeluarkan kebijakan/program untuk memperbaiki keempat poin diatas, karena “INTI” persoalan dan permasalahan yang timbul akibat pelaksanaan UN adalah karena nilai UN dijadikan  “FAKTOR” yang menentukan “LULUS atau TIDAK LULUS”nya peserta didik, bukan karena terjadinya “Kebocoran UN”

Education Development Community menilai bahwa pelaksanaan UN “EXTRA KETAT” merupakan kebijakan “LEBAAY” dan juga merupakan indikasi “Pelanggaran HAM”, karena memperlakukan dan menghakimi peserta didik dengan materi UN yang sama.

Demikian disampaikan, dan diharapkan bagi semua elemen masyarakat agar tetap mengawasi  program dan kebijakan Kemdiknas sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai, menuju Indonesia yang lebih baik, terima kasih.


Salam Pendidikan,
Direktur Eksekutif EDC
Drs. Antonius Sathahi. MMG