Salam Pendidikan,
Dengan inisiatif sendiri, sekelompok GB DKI tanggal 15 April
2014 ingin mempertanyakan mengapa honor GB belum turun. Bukannya menerima
penjelasan, malah mendapat informasi
yang membuat galau seluruh GB DKI.
GB DKI tersebut langsung menyampaikan infomasi melalui SMS,
bahwa : “Terhitung mulai tahun 2014 GB
DKI harus memilih akan menerima Tunjangan Sertifikasi atau Honor Guru Bantu
(memilih salah satu), tidak bisa lagi menerima keduanya. Dasar hukumnya PP 74
tentang guru tahun 2008, bahwa penerima Tunjangan Sertifikasi adalah Guru Tetap
Yayasan, sedangkan Guru Bantu adalah pegawai yang diangkat oleh Kementerian dan
berstatus Guru Bantu”. (Mohon dibuka blog : forkomgurubantudki.blogspot.com tentang
Pemberitahuan dan Penjelasan Ketua
Forkom GB DKI terhadap informasi SMS tersebut)
Menerima informasi yang sifatnya masih wacana, atau menerima informasi sepotong-sepotong akan menyebabkan
persepsi yang berbeda, itulah yang dialami GB tersebut diatas. Informasi langsung di share ke facebook dan dikabarkan melalui SMS kesesama GB DKI. Niatnya mungkin
benar akan tetapi cara penyampaiannya yang salah.
Kejadian tersebut hampir serupa dengan “Juru Bicara” aksi
demo tanggal 13 Maret di depan Balakota, orang tersebut sudah mendapat
pengarahan dari Disdik DKI tanggal 7 Maret bahwa untuk memperjuangkan nasib GB
DKI harus satu wadah, orang tersebut juga sudah medapat penjelasan dari
AntoniusEDC tanggal 10 Maret bahwa surat Menpan tentang “Pengajuan
Kebutuhan Pegawai” Bulan Februari itu bukan untuk Pemprov DKI, akan tetapi
orang tersebut “NGEYEL” dan mengajak “GERBONG LAIN” untuk melaksanakan aksi
demo tanggal 13 Maret, dan menuntut Gubernur DKI “Menandatangani Pengajuan
Quota GB menjadi PNS”. Anehnya orang tersebut tidak merasa bersalah dan malah menganggap
dirinya sebagai “Pahlawan”.
Dengan kejadian-kejadian tersebut diatas EDC mengambil
kesimpulan, bahwa :
1.
Masih banyak GB DKI yang kurang mengerti
statusnya sebagai tenaga honorer Kemdikbud.
2.
Masih banyak GB DKI yang kurang mengerti tentang
Peraturan/Regulasi tentang tenaga honorer.
3.
Masih banyak GB DKI yang “Gaga-gagahan” ingin
dianggap sebagai “Ketua atau Pahlawan”.
4.
Masih banyak pengelompokan-pengelompokan GB DKI.
Keempat poin kesimpulan diatas merupakan akibat dari “Kesalahan
Kemdikbud” sebagai pemilik tenaga honorer dan “Kegagalan” LPMP DKI dalam hal
pembinaan terhadap program Guru Bantu DKI.
APAKAH GB DKI MAU DIRUGIKAN DAN MENERIMA BEBAN KESALAHAN
KEMDIKBUD DAN LPMP DKI???
Setelah melakukan Investigasi, berikut Analisa EDC tentang
informasi tersebut ;
1.
Kemdikbud mempunyai wacana menghentikan Program
Guru Bantu (Tenaga Honorer) dan pesertanya akan diangkat menjadi “Guru Tetap
Kemdikbud” dan selanjutnya akan diproses menjadi PPPK. (UU No. 5 tahun 2014
tentang ASN)
2.
Pasal 1 dan Pasal 15 tentang “Guru Tetap” dalam
PP 74 tahun 2008 “Dipersepsikan” bahwa
diangkatnya peserta Program Guru bantu menjadi “Guru Tetap Kemdikbud”, akan
menganulir status “Sertifikasi Pendidik” yang dimiliki oleh GB DKI, karena
Sertifikat tersebut direkomendasi oleh Yayasan sebagai “Guru Tetap”.
3.
Persepsi tersebut seakan-akan menimbulkan dua pilihan bagi GB
DKI, yaitu memilih Guru Tetap Yayasan atau Guru Tetap Kemdikbud.
4.
Sampai sekarang honor GB DKI masih ditanggung
pemerintah (APBN) melalui Permendiknas No. 7 tahun 2011 sebesar Rp. 1.000.000/bln.
JIKA KEBIJAKAN YANG AKAN DIKELUARKAN KEMDIKBUD MERUGIKAN
PESERTA PROGRAM GURU BANTU DKI, APA YANG HARUS DILAKUKAN????
Mari memperjuangkan nasib dan keberadaan GB DKI dengan cara yang benar dan bermartabat,
bagi EDC tidak ada Manusia yang “BODOH”, yang ada adalah manusia yang menutup
diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan pertumbuhan zaman. Makanya
jangan bertopeng dan menggunakan “Kacamata Kuda”, akibatnya bisa jadi “Gelap
Mata”.