Salam Pendidikan,
Lahirnya UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(ASN), merupakan jawaban dari carut-marutnya sistim birokrasi, kinerja
birokrasi, mekanisme penerimaan pegawai (PNS), dan termasuk untuk menyelesaikan
11 ribu honorer K1 “BERMASALAH” dan ratusan ribu K2 yang tidak terakomodir
menjadi CPNS.
Persoalan mendasar GB DKI adalah Kemdikbud sebagai pemilik
tenaga honorer, tidak mempunyai instansi/lembaga
untuk menampung tempat dinas/tugas
apabila GB DKI direkomendasi menjadi CPNS, makanya sempat ada wacana GB DKI
diproses menjadi CPNS dan ditempatkan didesa tertinggal serta pulau-pulau terluar. Jadi permasalahannya
bukan karena GB DKI bekerja di sekolah swasta, akan tetapi karena tidak ada instansi
negeri untuk menampung tempat dinas/kerja.
Itulah sebabnya Kemdikbud tahun 2006 menyerahkan GB DKI
kepada Pemprov DKI, agar bersedia merekomendasi menjadi PNSD, akan tetapi
Gubernur Pemprov DKI pada masa itu “TIDAK
BERSEDIA” dengan alasan masih banyak Honorer Daerah (HONDA) yang belum
terakomodir menjadi PNSD. Kemdikbud tidak dapak memaksa, hanya menyerahkan dan menyarankan,
sebab pengangkatan seorang CPNSD merupakan kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah Daerah (Otonomi
Daerah).
CPNSD adalah Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah yang
direkomendasi oleh Pemerintah Daerah, sedangkan CPNS adalah Calon Pegawai
Negeri Sipil yang direkomendasi oleh Kementerian/Lembaga Negara Tingkat Pusat.
Saat ini Pemprov DKI sudah bersedia menyelesaikan
permasalahan GB DKI, melalui 3 surat yang dikirimkan kepada Kementerian PANRB,
dan surat tersebutlah yang menjadi rujukan Kementerian PANRB, sehingga Bapak Azwar Abubakar sebagai Menteri PANRB
pada tanggal 26 Februari 2014 menyatakan “BERSEDIA MEMBERIKAN KUNSI PNS UNTUK
GB DKI”.
Direktur EDC pernah menyelesaikan permasalahan PT. Agricinal
dengan 1000 Kepala Keluarga PETANI PLASMA SAWIT di Bengkulu Utara, melalui
Organisasi Masyarakat Penegak Amanat Rakyat Indonesia (GAKARI), tanpa bertemu
dengan seluruh petani dan tanpa kutipan sepeserpun.
Direktur EDC ingin mengulang kesuksesan tersebut dengan
memperjuangkan seluruh peserta GB DKI dapat diproses menjadi PNS, dan
perjuangan sudah hampir TUNTAS, akan tapi DIGANGGU oleh Guru Bantu sendiri.
Ratusan kali AKSI DEMO sudah dilakukan oleh GB DKI yang
dipimpin oleh SYARIFAH EFIANA, akan tetapi tidak menemukan SOLUSI, dan bahkan
AKSI DEMO terakhir dilakukan oleh SYARIFAH EFIANA bersama IING SODIKUN bulan Juni 2014, dan kegiatan tersebut dengan BANGGANYA dishare ke media social Facebook.
Apa seperti itu memperjuangkan dan menyelesaikan permasalahan Guru Bantu DKI
????
GB DKI itu BERMASALAH, dan untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut dibutuhkan KOMUNIKASI serta DIALOG dengan PEJABAT yang BERWEWENANG. AKsi Demo perlu dilakukan pada saat dan moment yang tepat.
Aksi Demo GB DKI tanggal 13 Maret 2014 yang dimotori oleh
SYARIFAH EFIANA di depan Balaikota merupakan “ TINDAKAN BLUNDER”, karena saat
ini Pemprov DKI sudah MEMBUKA PINTU untuk proses penyelesaian. Akibat aksi demo
tersebut Pejabat di lingkungan Pemprov DKI mulai ALERGI dengan
komunitas-komunitas yang mengatasnamakan Guru Bantu DKI.
Dari fakta-fakta tersebut diatas, EDC menyimpulkan bahwa
SYARIFAH EFIANA tidak mengerti tentang
Peraturan Honorer, tidak mengerti permasalahan GB DKI dan tidak mengerti cara memperjuangkan seluruh GB DKI agar dapat
diproses menjadi PNS. Dan SYARIFAH EFIANA hanya memnjadikan GB DKI sebagai “KOMODITAS
POLITIK”, terbukti dengan ratusan kali melakukan aksi demo, tanpa membuahkan SOLUSI penyelesaian.
Masih ada sekitar 20-30 % GB DKI yang mengikuti langkah dan
cara berjuang SYARIFAH EFIANA, dan itu akan MENGGANGGU proses penyelesaian
permasalahan GB DKI.
KITA adalah PERUBAHAN… KITA adalah GB DKI yang ingin merubah
masa depan dengan status PNS… JOKOWI ingin melakukan REVOLUSI MENTAL melalui
PENDIDIKAN…GB DKI merupakan bagian dari REVOLUSI MENTAL JOKOWI!!!..