EDUCATION DEVELOPMENT COMMUNITY

Kamis, 16 Januari 2014

GURU BANTU DKI SALAH SATU TARGET UU ASN


Salam Pendidikan,

Agenda “Reformasi Birokrasi” yang dicanangkan oleh Kementerian PANRB merupakan respon terhadap buruknya SDM dan Kinerja PNS secara keseluruhan. Kementerian PANRB berusaha memperbaiki sejak dini, terutama dalam proses dan mekanisme penerimaan CPNS.

Lahirnya PP 48 tahun 2008 tentang tenaga honorer, menyebabkan persoalan baru dalam sistim dan mekanisme penerimaan CPNS jalur honorer, hal ini disebabkan Otonomi Daerah dan Kementerian/Lembaga  Negara mempunyai “persepsi berbeda” tentang PP tersebut.
Indikasi –indikasi yang menunjukkan adanya persepsi berbeda tentang PP 48 2005 adalah;
1.       PP 48 2005 direvisi menjadi PP 43 2007.
2.       PP 43 2007 direvisi menjadi PP 56 2012.
3.       Kesepakatan Tiga Menteri tentang  Penghentian Sementara Penerimaan CPNS tahun 2010.
4.       UU ASN tahun 2013.

Keempat Indikasi  diatas menunjukkan bahwa “Penerimaan CPNS Melalui Jalur Honorer” merupakan “Persoalan Nasional”, karena banyak tenaga honorer (K1/K2) yang sudah memenuhi syarat PP 48 “Tidak Terakomodir menjadi PNS”, sehingga untuk menyelesaikan persoalan tersebut pemerintah melalui Kementerian PANRB mengajukan RUU ASN tentang Aparatur Sipil Negara dan  pada tanggal 19 Desember 2013 sudah disahkan  DPR menjadi UU ASN.

UU ASN merupakan Dasar Hukum terhadap Aparatur Sipil Negara, yang dimaksud dengan apartur sipil negara adalah masyarakat yang membantu pemerintah dalam menjalankan penyelenggaraan negara, ada yang status Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Non PNS disebut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

GURU BANTU DKI
Guru bantu DKI merupakan tenaga honorer K1 Kementerian Pendidikan yang ditugaskan bekerja disekolah-sekolah swasta di wilayah DKI Jakarta.

Dinas Pendidikan DKI sebagai pengguna “Kurang Bertanggungjawab” terhadap keberadaan program Guru Bantu DKI, hal ini terindikasi karena Dinas Pendidikan DKI  “Tidak Bersedia” memperpanjang Surat Perjanjian Kerja GB sejak tahun 2005, dan Dinas Pendidikan juga “Tidak Bersedia” memberikan “Rekomendasi” pada tahapan pengisisan formulir K1/K2 proses pengangkatan CPNS melalui jalur honorer sesuai PP 56  tahun 2012.

Keberadaan Guru Bantu DKI seperti “Anak Haram”, dilahirkan oleh Kementerian Pendidikan dan diserahkan ke Pemprov DKI untuk “Diadopsi” menjadi PNS, karena Pemprov DKI “Tidak Bersedia” akhirnya DPR melalui “RDP” memaksa Pemprov mengadopsi 851 GB menjadi PNS.

Bapak Jokowi sudah memahami “Persoalan Guru Bantu DKI”, itu sebabnya Bapak  Jokowi memberi “Peluang” bagi GB DKI untuk diproses menjadi CPNS. Berapa jumlahnya dan bagaimana mekanismenya sedang dibicarakan dengan Kementerian PANRB, demikian dikatakan Kepala BKD DKI Bapak I Made Karmayoga pada tanggal 6 Januari 2014. Pada pertemuan tersebut TIM EDC didampingi “Pak Dani” sebagai perwakilan Ketua Forum Guru Bantu.

Berikut beberapa poin “Analisa EDC” tentang penyelesaian persoalan tenaga honorer setelah lahirnya UU ASN :
1.       Pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP), sebagai turunan UU ASN dan dasar Pemerintah Pusat/Pemprov dalam mengangkat Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
2.       Kementerian Pendidikan akan merevisi PP 74 tentang guru, hasil revisi PP tersebut akan digunakan sebagai dasar Pengankatan Guru Bantu DKI menjadi “Pegawai Tetap Kemdiknas” yang disebut juga dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
3.       Pemerintah akan mengeluarkan “Kebijakan Baru” tentang penghentian penerimaan CPNS melalui honorer.

Guru Bantu DKI merupakan salah satu “Target Penyelesaian” UU ASN, karena pelaksanaan  “Program Guru Bantu” menimbulkan masalah antara Kementerian Pendidikan dengan Pemprov DKI. Kemungkinan Kementerian Pendidikan dalam waktu dekat akan melaksanakan “EVALUASI” terhadap pelaksanaan Program Guru Bantu.

Bukti lain gagalnya program Guru Bantu disebabkan karena, tidak adanya pembinaan dan sumber informasi tentang Guru Bantu, sehingga GB DKI membentuk kelompok-kelompok dalam mencari informasi dan memperjuangkan keberadaan GB DKI. Pembentukan “Koperasi Guru Bantu” yang dilakukan oleh salah satu kelompok GB merupakan “Penyimpangan”, karena tidak berhubungan dengan tujuan mempertahankan keberadan program GB dan memperjuangkan peluang GB menjadi PNS.

Salam Guru Bantu,
Direktur Eksekutif EDC
Drs. Antonius Sathahi. MMG.